Selasa, 12 April 2011

nurani telah pergi

sulit rasanya berjuang diantara kepercayaan yang hilang. nurani tak lagi terusik iba. nilai-nilai itu sudah mereka bakar didada mereka. yang muncul hanya tinggal uap tipis tersapu angin. menyatu diantara riak dan panas udara, mengepul lalu hilang lagi.

badai dan tsunami terus bergolah dalam hati. berkecamuk terhadang dinding-dinding hormat yang hampir meledak. kepantasan  untuk disegani itu telah lebur. malah ingin rasanya menginjak-injaknya jadi debu.

tak perlu lagi dibicarakan harga diri. ia bukan hanya sudah mati tapi dibunuh dan digadai dengan harga yang supermurah. di kios-kios kotor, bau dan lembab. bangkai, kotoran babi, tetesan liur anjing-anjing busuk bercampur menjadi satu kesatuan yang utuh.

aku teriak dilorong sempit tempat para tikus-tikus mengendus selokan. pertolongan tak kunjung datang. malah tikus tadi menertawakan dengan sunggingan sungut yang sangat ku benci. kukira tikus ini yang paling rakus. ternyata aku salah. salah besar.

mereka memang pengemis. menukar materi dengan harga diri. aku bukan hanya risih disini. tapi di sekre-sekre yang telah mereka kuasai. nurani, nurani, nurani. semenjak engkau pergi dan tak mau kembali. kami serasa mati. gentanyangan dengan tubuh gontai dan kumis penggertak dilengkapi dengan bibir penghisap jiwa-jiwa suci.

aku berlari mencari bidadariku. aku berharap-harap dia dapat menenangkan kegundahan yang berdasar ini. ku pandangi gambarnya. tersenyum lalu mengecupnya. tak ada reaksi. akupun tak berharap reaksi. aku hanya ingin memandanginya lagi dan membangun mimpi-mimpiku.

badai dan tsunami ini bisa saja hilang. sensitifitas yang masih ingin aku dekap hingga akhir hayat. aku tak mau dia menguap. sungguh tak ingin. selamatkan aku Cinta. aku mencintaimu Cinta. tumbuhkan Cinta yang lebih besar lagi. hiasi lah orang-orang dengan cintamu Cinta. berilah kami kehidupan yang penuh cinta, wahai Cinta.

selamatkan hati kami. aku mohon.
selamatkan dari kebencian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar