Rabu, 22 Juni 2011

Sumpah Janji

ini tentang kemarin. saat kami berangkat dini hari.
melalui jalan liku berlubang. saat para petani
menuju kebun mereka dengan berjalan kaki. dan embun
mendarat di kulit mereka yang legam. saat burung pipit
belum lagi terjaga. saat ayam jago masih berteriak
parau membangunkan alam. mentari masih saja terlelap.
saat itu memang masih sangat pagi.

kami akan mengikat janji dengan Tuhan. di bawah kitap
suci. sumpah yang akan merongrong kami selama
berseragam sipil. mengintip-intip. menegur dan menjaga
kami dari keteledoran, dari ketidakpantasan, dari
tanggungjawab. dia akan melindungi kami dan kehormatan
kami. jika kami memang bersungguh-sungguh.

tiba di jambi pukul 7.30. mataku masih terkantuk-kantuk.
kami singgah di rumah mertua bang Andi untuk mengganti
pakaian dinas. setelah sarapan lontong dan segelas kopi
kami menuju hotel ceria tempat keramat yang akan jadi
saksi janji kami.

memasuki pelataran hotel, sudah banyak pegawai lain
yang berdiri dengan berbagai rupa. dengan gaya yang
berbeda. berbagai karakter berbaur menjadi satu. kami
saling bercengkrama untuk mengakrabkan diri. tersenyum-
senyum simpul meski baru bertemu. mencoba membuka
obrolan ringan. lalu tertawa lalu tersenyum lalu serius
lalu tertawa lagi.

tiba lah saat yang di tunggu. kami digiring ke
auditorium hotel ceria. disana telah disususun bangku-
bangku. ditata meja-meja bagi pejabat dan undangan.
mendadak ruangan ini menjadi menyeramkan bagiku.
mungkin juga bagi rekan-rekan yang lain.

rasa horor itu terpantik dari kata sumpah janji. kata
itu seperti sebuah keramat yang menyeramkan. aku
berfikir, dapatkah aku aku mempertanggungjawabkakn apa
yang akan aku ucapkan kelak?

keraguan ini datang karena aku sadar begitu beratnya
gelombang yang akan menerpaku nanti dikemudian hari,
dibalik seragam ini. dapatkah aku melawannya? dan
begitu banyak pertanyaan lain yang makin menyiksaku.
mempersempit rongga paru-paruku. membuatku sulit
bernafas. urat-uratku muncul dari balik balutas tipis
kulit ku yang hitam. ujung-ujung jemariku dingin dan
gemetar.

"Tuhan." lirihku dalam hati. "aku ingin berjuang di
jalan Mu Tuhan. mengatakan yang benar itu benar yang
salah itu salah. lalu menjalankan semuanya dalam tugas-
tugasku. tapi Tuhan, mungkin akan sangat lain
kejadiannya. manusia sekarang sudah sangat rakus.
tak lagi melihat mana yang halal dan yang haram.
sanggupkah aku Tuhan? menjalankan kebenaran Mu Tuhan.
ditengah badai ini Tuhan? dalam budaya yang begitu
kental ini Tuhan?"

"ini lah jihad." tiba-tiba kalimat tersebut terlintas
dalam pikiranku yang tengah bertanya dan menjerit. ya
ini jihad. ini jihad. ini jihad. ini jihad. kupekikkan
kata itu berkali-kali dalam pikiranku.

dengan perlahan aku melangkah kedepan. bersama yang
lain aku berada di bawah Al-qur'an. ku kuatkan
kepalan tanganku. ku mantapkan hati ku. dengan lantang
ku ucapkan "DEMI ALLAH, SAYA BERSUMPAH ..."